Freedom of speech (selanjutnya kebebasan
berbicara/berpendapat) adalah kebebasan
yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan
sensor atau pembatasan akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk menyebarkan kebencian, dapat diidentikan
dengan istilah kebebasan berekspresi (wikipedia). Kebebasan berbicara dapat
ditandai dengan munculnya faham demokrasi yang memiliki ciri kesetaraan dalam
pengambilan keputusan antara rakyat dan pemimpin. Dalam wacana kenegaraan
kebebasan berpendapat telah dilindungi secara legal dalam Undang-undang No 9
Tahun 1998.
Nah, sekarang ini. Bagaimana
orang-orang banyak “berlindung” dibalik tirai kebebasan berekspresi,
berpendapat, berbicara, berdemo ria. Kenapa saya bilang “berlindung” dibalik
tirai kebebasan berpendapat? Jelasnya kita sudah bisa merasakan hanya dari internet,
dari gadget yang anda pegang, media sosial yang anda jadikan aktivitas
berkata-kata. Dari kata puitis romantis, kata spiritualis berbalut motivasi. Malahan
bukan hanya itu, anda tentu juga pernah melihat status-status pisuhan,
permusuhan, pertikaian-pertengkaran. Lebih ekstrim lagi, kabar berita penuh
kebencian, fitnah bertebaran, berita hoax muncul membabi buta. Semua itu
dilakukan atas dasar kebebasan berekspresi, berpendapat. Jikapun bukan itu yang
dimaksud (kebebasan berpendapat), kabar-kabar fitnah tersebut disadur dari
bukti “otentik” hasil tafsir semau maunya, sebebas-bebasnya. Meminjam istilah
dari mbah Nun, yang terjadi saat ini bukanlah Freedom Of Speech, tetapi Freedom
Of Destroying!
Banyak yang berkata,
oh itu mudah saja, tinggal laporkan ke pihak berwenang para penyebar kebencian.
Mencari para penyebar itu, bukan perkara sulit. Perkaranya adalah bagaimana
efek dari berita palsu (fitnah) yang
sudah terlanjur menyebar, membenci satu sama lain? Oleh sebab itu, menjadi
jelaslah semuanya, dalam al-Qur’an disebutkan bahwa “Fitnah lebih kejam dari
pembunuhan”. Destruksi yang disebabkan dari fitnah-finah itu dapat
menghancurkan sebuah tatanan sosial/negara dalam sekejab. Sebab itu, jangan
terlena dengan freedom of speech, kebebasan berpendapat yang cenderung
destruktif. Prioritaskanlah untuk “Menahan Diri”, sebab perilaku terbaik
manusia sejatinya adalah Menahan Diri, bukanlah kebebasan yang diprioritaskan,
tapi mengerti, menyadari dan faham terhadap batasan diri